Monday, February 20, 2012

Mature Love


Immature love says : I love you because I need you. Mature love says : I need you because I love you.




Hal romantis terdewasa yang pernah aku baca ada dalam buku “Habibie & Ainun”. Buku buatan Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie ini emang t-o-p-b-g-t. kapan ya bisa punya suami kayak gitu?
Awal pembukaan bukunya aja Pak Habibie nulis gini :
“buku ini dipersembahkan untuk isteri saya tercinta HASRI AINUN HABIBIE yang Jiwa, Roh, Batin dan Nuraninya Manunggal di mana pun kami berada, sepangang masa”

That’s so damn sweet guys

Kata-kata termanis yang pernah aku baca. Buku Habibie & Ainun. Bab 3. Halaman 17-21.
Gaji saya termasuk semua tunjangan DM 1.300,-- (sekitar 680 Euro) bersih. Jauh lebih dari cukup untuk hidup tidup seorang diri tetapi sangat terbatas untuk sebuah rumah tangga baru. Sesuai peraturan yang berlaku, saya harus segera mengasuransikan Ainun, yang 50% biayanya ditanggung oleh kantor dan sisanya dopotong dari gaji saya. Saya asuransikan Ainun pada perusahaan asuransi Deutsche Kraken Versicherung AG (DVK) atas rekomendasi kantor di mana saya bekerja.
Mengingat ruang gerak di apartemen sangat terbata dan harga sewa per meter persegi tinggi, maka kami memutuskan untuk pindah ke luar kota Aachen di mana sewa per meter persegi jauh lebih rendah sehingga dengan biaya yang sama, kami dapat menyewa suatu apartemen yang lebih dari dua kali besarnya dibandingkan dengan apartemen sebelumnya yang terdiri dari dua kamar tidur, kamar tamu, kamar kerja, kamar mandi, dapur dan gudang kecil, termasuk pemanasan sentral di Oberforstbach, sekitar 30 km dari Aachen. Apartemen tersebut baru saja dibangun dan kami adalah salah satu penghuni pertama.
Dalam catatan Ainun pada buku ,,SABJH”, halaman 383, keadaan kami ketika itu dilukiskannya sebagai berikut :
,,Di Aachen kami mula-mula menyewa satu paviliun tiga kamar. Pada permulaannya hidup tidak berat; saya dibantu seseorang pembersih rumah. Setelah pembersih rumah tidak ada pun hidup tidak terasa berat karena dari kecil saya sudah diajari mengurus rumah tangga; memasak, mencuci, membersihkan dsbnya.
Waktu saya sudah hamil sekitar empat bulan, kami merasa rumah yang kami tinggali akan terlalu kecil buat bertiga nanti.
Kami temukan sebuah rumah susun di luar Aachen. Letaknya di Oberforstbach. Besarnya lumayan; ada kamar keluarga, kamar tidur, kamar anak-anak, dapur dan kamar mandi.
Hidup mulai terasa agak berat. Berat bukan karena beban pekerjaan di rumah tetapi karena rasa kesendirian.
Oberforstbach sebuah desa; kalau mau ke Aachen untuk keperluan tertentu seperti memeriksakan kandungan ke dokter, orang harus naik bis. Bis hanya ada setiap dua jam pagi dan sore hari.
Hidup terasa sepi sekali; jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman, jauh dari segala-galanya. Tidak ada yang dapat diajak ngobrol. Berbahasa Jerman pun waktu itu kurang disukai: bahasa Jerman ex-SMA ternyata tidak begitu menolong. Yang ada hanya suami hanya tetapi suami pun pulang larut malam. Ia harus bekerja, ia harus menyelesaikan promosinya.
Penghasilan kami pas-pasan: mendapat setengah gaji seorang Diplom Ingineur, oleh karena bekerja setengah hari sebagai Asisten pada Institut Konstruksi Ringan Universitas, enam ratus DM lagi dari DAAD, Dinas Beasiswa Jerman. Untuk menambah penghasilan, suami dengan mencuri-curi waktu bekerja sebagai ahli konstruksi ringan. Waktu sangat berharga dan harus diatur ketat: pagi-pagi ke pabrik dulu, kemudian sampai malam di Universitas. Pukul 10.00 atau 11.00 malam baru sampai di rumah dan menulis disertasi. Kemana-mana naik bis, malah karena kekurangan uang untuk membeli kartu langganan bulanan, dua tiga kali seminggu ia jalan kaki mengambil jalan pintas sejauh lima belas kilometer. Sepatunya berlobang-lobang; baru menjelang musim dingin lobangnya ditambal.
Soalnya pengeluaran tetap meningkat: di samping keperluan sehari-hari perlu ada tabungan untuk hari depan. Harus dibayar auransi kesehatan, dan ternyata asuransi kesehatan bagi wanita hamil cukup tinggi karena memperhitungkan segala kemungkinan; rumah sakit, terjadinya komplikasi, dsb.-nya.
Untuk menghemat, sejauh mungkin semua dikerjakan sendiri: mulailah saya belajar menjahit. Lama kelamaan jahitan saya tidak terlalu jelek : memperbaiki yang rusak, membuat pakaian bayi, merajut, dan menjahit pakaian dalam persiapan musim dingin. Maka tidak kebetulan bahwa yang pertama kami beli sebelum Ilham lahir adalah mesin jahit. Bukan mesin cuci, bukan oven yang serba otomatis, bukan perlengkapan lainnya. Tetapi mesih jahit. Itulah prioritasnya waktu itu.mesin jahit diperlukan untuk persiapan-persiapan. Dengan bertambahnya anggota keluarga, tentu biaya hidup meningkat : untuk makanan bayi, untuk dokternya, obatnya, untuk ini dan itu.”
                Yang menhubungkan Oberforstbach dengan Aachen adalah bus wilayah yang tidak sering datang. Di sini rumah tangga kami mulai. Pagi sekali saya berangkat ke kantor dan meninggalkan Ainun seorang diri dengan dana yang sangatterbatas. Saya kembali larut malam dan kadang-kadang berjalan kaki karena tidak ada bus lagi atau harus menghemat. Untuk mempersingkat waktu, saya berjalan melalui kuburan. Jikalau hujan dan dingin saya berjalan dengan payung, mantel dan sepatu yang diberi alas kertas sebagai alas kaki yang dapat membantu isolasi. Jilakau saya pulang sering Ainun memandang keluar dari jendela menantikan kedatangan saya walaupun di luar hujan, dingin dan gelap. Setibanya di depan pintu Ainun membukanya dan memandang mata saya dengan senyuman yang selalu saya rindukan. Rasa kedinginan, letih dan lapar hilang terpukau oleh pandangan mata Ainun yang mencerminkan kebahagiaan dan cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi!
                Ainun yang merencanakan pengeluaran dan pemasukan kami yang apa adanya. Semua saya serahkan dan percayakan padanya. Pada hari ulang tahun Ainun yang ke-25 pada tanggal 11 Agustus 1962, saya hadiahkan mesin jahit merk Singer, yang dalam rangka promosi produk baru sedang ditawarkan dengan harga khusus dan boleh dicicil tanpa suku bunga. Mesin itu saya serahkan kepada Ainun sambil berkata:
,,Maafkan kemampuan saya hanya ini saja”. Ia mencium saya dan menjawab: ,,Kamu sudah memberi saya yang kamu tak dapat bayangkan
                ,,Apa maksud Ainun? Saya menjawab : ,,Senyuman manis dan pandangan matamu yang selalu memukau dan merindu.”Ainun segera menjawab: ,,Itu sudah mulikmu dan kuberikan untukmu sepanjang masa sejak malam takbiran tanggal 7 Maret yang lalu”. Melihat mata saya, Ainun berkata: ,,Supaya kamu tidak terlalu lama menerka, saya sampaikan saja. Yang kamu berikan kepada saya adalah titipan Allah untuk kami berdua. Saya mengandung bayimu, anakmu dan keturunanmu! Itu yang paling indah dan titipan Allah itu harus kami syukuri!” Saya memeluknya sambil memanjatkan doa bersama membaca Al Faatihah”
                Semua ini ditulis dalam catatan Ainun dalam buku A.Makmur Makka ,, SABJH”, hal: 385
                ,,Tidak dengan uang kecuali untuk membeli mesin jahit. Belinya tentu dengan menyicil, dan karena mesinnya mesin Singer yang bagus dan cicilannya lunas baru setelah satu setengah tahun. Hidup benar-benar prihatin. Hidup benar-benar keras. Tetapi ada hikmahnya. Di masa-masa inilah saya belajar untuk hidup berdikari.”

No comments:

Post a Comment